Pages

Minggu, 09 Desember 2012

SDM Indonesia Terlalu Banyak Bermain Perasaan


JAKARTA - Sumber daya manusia (SDM) di Indonesia harus bisa menunjukan nilai untuk kualitas performancenya. Selama ini, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi karena rendahnya nilai yang ditunjukan seorang pekerja.

"Jadi orang-orang kita, actionnya kurang daya saing dan nilainya kurang, akibatnya muncul pengangguran dan mulai muncul tuntut sana tuntut sana-sini demo makin sering kejahatan makin banyak karena nilainya kurang," kata Master Trainer Neuro Linguistic Programing (NLP) Hingdranata Nikolay dalam Pelatihan NLP Inspirasi Indonesia, di Hotel Four Seasons, Jakarta, Sabtu (26/5/2012).

Selain itu, lanjutnya, sumber daya manusia Indonesia terlalu banyak bermain perasaan. "Merasa jadi korban merasa kecil merasa tidak harga merasa lemah, merasa tidak mampu. Jadi bukannya mikir tetapi rupa-rupanya terlalu banyak jadi korban perasaan, itu pandangan saya," imbuhnya.

"Padahal menurutnya, jika ingin bilang saya merasa susah terus supaya tidak susah gimana, mikir dong? Saya merasa enggak bisa, mikir. Orang kita menurut saya kurang berusaha untuk mikir, kurang berusaha melakukan sesuatu jadi lebih banyak menunggu, entah menunggu dikasihani, menunggu kesempatan, di kesempatan itu tidak datang-datang," paparnya.

Untuk meningkatkan nilai performance, menurut Hingdranata harus banyak belajar. "Belajar dan terus belajar dan terus melakukan, baca buku lebih banyak, pelajari skil untuk bekerja," jelasnya.

"Kenapa ada orang dibayar Rp100 juta sebulan? Karena kontribusinya ke organisasi Rp100 juta, kenapa ada orang dibayar Rp1 miliar sebulan? Karena kontribusinya ke perusahaan Rp1 miliar," kata Hingdranata mencontohkan.

Dengan demikian, menurutnya organisasi membayar seseorang bukan berdasarkan kebutuhan tetapi berdasarkan kontribusi. "Jadi kalau kebutuhan hidup saya naik Rp2 juta, nilai saya harus naik. Biar bayaran saya naik dan bukan angkat papan saya demo," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar