VIVAnews
– Kamis,
27 Juli 2009 adalah hari bersejarah bagi Garuda Indonesia. Saat itu, Garuda
menggunakan logo baru, punya kantor baru, juga memperkenalkan pesawat badan
besar yang baru, empat unit Airbus 330 dan satu unit Boeing 737-800.
Ini adalah titik awal Garuda menuju lompatan besar (quantum leap) yang menjadi visi pengembangan Garuda lima tahun ke depan. “Pada 2014, kami harapkan posisi Garuda sudah setara dengan penerbangan asing,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar kepada VIVAnews di kantor Aerowisata di Jakarta Pusat, Jumat, 7 Agustus 2009.
Cita-cita lima tahun ke depan sudah sangat jauh berubah dibandingkan Garuda 10 tahun lalu. Saat itu, pada 1998, saat Robby Djohan masuk Garuda, maskapai ini sudah berada di tubir jurang. Nyaris bangkrut, modalnya minus, utang menumpuk, karyawan resah, pilot hengkang dan tak ada cerita beli pesawat baru. Ketika itu, Emir Satar diboyong oleh Robby Djohan sebagai Executive Vice President Finance Garuda Indonesia.
Pada 2003, Emir sempat keluar dari Garuda dan berkarir di perbankan lagi sebagai Wakil Presdir Bank Danamon. Ia masuk lagi sebagai CEO dan Presiden Direktur Garuda pada 2005, masa-masa dimana maskapai milik negara ini masih terus bergulat dengan restrukturisasi utang besar yang belum kelar. Empat tahun berlalu, wajah Garuda mulai terlihat cerah. Tak lagi bopeng-bopeng seperti 10 tahun silam.
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai perjalanan Garuda dan rencana ke depan, jurnalisVIVAnews, Mohamad Teguh, Suwarjono, Heri Susanto, Elly Setyorini dan fotografer Tri Saputro mewawancarai mantan bankir Citibank dan Bank Niaga ini. Dengan semangat, jebolan Universitas Sorbone Prancis dan akuntan dari Universitas Indonesia ini memaparkan dengan langkah perombakan dan misi ke depan Garuda.
Bagaimana situasi yang Anda hadapi saat baru masuk Garuda?
Ini adalah titik awal Garuda menuju lompatan besar (quantum leap) yang menjadi visi pengembangan Garuda lima tahun ke depan. “Pada 2014, kami harapkan posisi Garuda sudah setara dengan penerbangan asing,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar kepada VIVAnews di kantor Aerowisata di Jakarta Pusat, Jumat, 7 Agustus 2009.
Cita-cita lima tahun ke depan sudah sangat jauh berubah dibandingkan Garuda 10 tahun lalu. Saat itu, pada 1998, saat Robby Djohan masuk Garuda, maskapai ini sudah berada di tubir jurang. Nyaris bangkrut, modalnya minus, utang menumpuk, karyawan resah, pilot hengkang dan tak ada cerita beli pesawat baru. Ketika itu, Emir Satar diboyong oleh Robby Djohan sebagai Executive Vice President Finance Garuda Indonesia.
Pada 2003, Emir sempat keluar dari Garuda dan berkarir di perbankan lagi sebagai Wakil Presdir Bank Danamon. Ia masuk lagi sebagai CEO dan Presiden Direktur Garuda pada 2005, masa-masa dimana maskapai milik negara ini masih terus bergulat dengan restrukturisasi utang besar yang belum kelar. Empat tahun berlalu, wajah Garuda mulai terlihat cerah. Tak lagi bopeng-bopeng seperti 10 tahun silam.
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai perjalanan Garuda dan rencana ke depan, jurnalisVIVAnews, Mohamad Teguh, Suwarjono, Heri Susanto, Elly Setyorini dan fotografer Tri Saputro mewawancarai mantan bankir Citibank dan Bank Niaga ini. Dengan semangat, jebolan Universitas Sorbone Prancis dan akuntan dari Universitas Indonesia ini memaparkan dengan langkah perombakan dan misi ke depan Garuda.
Bagaimana situasi yang Anda hadapi saat baru masuk Garuda?
Pada
awal kami masuk memperbaiki Garuda, situasinya sangat tidak menguntungkan. Ada
masalah operasional, keuangan, sumber daya manusia. Nah, semua itu diperbaiki
dengan sejumlah tahapan.
Perinciannya, 2006-2007 adalah tahapan survival. Maksudnya, bagaimana Garuda tetap bisa survive dan tidak bangkrut. Pada 2008-2009, tahap turn around, yakni Garuda mulai bangkit kembali. Saat itu, Garuda sudah mulai untung dan investasi pesawat baru. Pada 2010, tahap untuk berkembang.
Cukup berat untuk bisa survive ?
Perinciannya, 2006-2007 adalah tahapan survival. Maksudnya, bagaimana Garuda tetap bisa survive dan tidak bangkrut. Pada 2008-2009, tahap turn around, yakni Garuda mulai bangkit kembali. Saat itu, Garuda sudah mulai untung dan investasi pesawat baru. Pada 2010, tahap untuk berkembang.
Cukup berat untuk bisa survive ?
Pada
tahap survival, kami tentu menderita sedikit. Namanya juga mau survive, sama
seperti orang mau tenggelam, harus berenang cepat dan agak capek. Pada
saat itu, benar-benar kerja keras, kami harus lari dan dipecut, tetapi yang
penting kami tahu ujungnya kemana. Pada dasarnya, manusia malas diubah,
termasuk saya. Tetapi, change the mindset itu harus. Berubah untuk yang lebih
baik.
Bagaimana Anda meyakinkan karyawan Garuda bahwa perusahaan ini bisa selamat?
Bagaimana Anda meyakinkan karyawan Garuda bahwa perusahaan ini bisa selamat?
Kami
sengaja membuat program yang simpel untuk dicerna. Yang penting adalah tidak
ada yang namanya superman. Kami punya motto “One Tim, One Spirit, One
Goal”. Emirsyah Satar tidak bisa bekerja sendirian. Awalnya
tidak gampang untuk mengkomunikasikan ke pilot dan karyawan. Kalau resah,
mereka bukan hanya telpon ke wartawan, tetapi juga ke Senayan (DPR). Tetapi, ya
itulah tantangannya.
Ini yang membuat pilot-pilot Garuda sekarang sudah jarang menghubungi pers?
Ini yang membuat pilot-pilot Garuda sekarang sudah jarang menghubungi pers?
Hahaha….Garuda
itu isinya bukan pilot doang, yang kerja di departemen lain juga berkontribusi
membuat perusahaan ini semakin baik.
Begini
ya, ini juga berlaku di semua tempat kerja. Ketika seseorang kerja di satu
tempat, pertama kali dia akan melihat bagaimana mengembangkan diri, apakah
punya kesempatan. Kedua, apakah dibayar cukup atau tidak, apakah keperluan
dasar terpenuhi. Ketiga, perusahaan ini memiliki masa depan atau tidak.
Misalnya, 10 tahun ke depan akan dibawa kemana? Jadi, ini akan membawa orang
bekerja merasa nyaman atau tidak.
Sekarang karyawan Garuda sudah cukup nyaman?
Sekarang karyawan Garuda sudah cukup nyaman?
Saya
punya prinsip “You cannot enjoy”. Jalankan kerjaan must be
stress dengan tetap berusaha lebih bagus lagi. Kalau sudah dalam posisi comfort
zone, itu akan repot. Jika karyawan perusahaan sudah merasa nyaman, maka bisa
langsung turun. Tetapi, memang sekarang 5.200 karyawan merasa lebih nyaman
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Utang Garuda sudah beres?
Utang Garuda sudah beres?
Seperti
diketahui, pada saat saya awal masuk, jumlah utang Garuda cukup signifikan.
Utang itu berasal dari Export Credit Agency (ECA), FRN holder (promesionary
notes) dan Bank Mandiri. Namun, sekarang kami sudah membayar lebih dari US$ 100
juta untuk semua utang. Utang sudah dicicil semua. Utang ke BNI juga sudah
dibayar. Sedangkan, utang ke ECA diperpanjang dan secara implisit ada hair cut.
Jadi, kalau pinjam duit seharusnya suku bunga X, tetapi dia kasih bunga X minus
berapa dengan jangka waktu lebih panjang.
Termasuk utang ke Bank Mandiri?
Termasuk utang ke Bank Mandiri?
Restrukturisasi
utang sebenarnya sudah dilakukan sama-sama, tetapi tidak bisa sekaligus karena
polanya berbeda. Sekarang penyelesaian utang ke Bank Mandiri sudah tahap
finalisasi. Utang ke Mandiri itu kan berbentuk mandatory convertible bonds.
Pola penyelesaiannya tidak bisa dengan membayar secara tunai, meski dana cash
kami cukup kuat. Kalau dibayar cash, kreditor yang lain bisa marah.
Jadi, bagaimana pola penyelesaian utang ke Bank Mandiri?
Jadi, bagaimana pola penyelesaian utang ke Bank Mandiri?
Ini
yang sedang dicari jalan keluarnya. Meski sudah final restrukturisasinya, namun
belum kelar. Rencananya, Garuda akan menyelesaikan utang ke Mandiri dengan
saham saat melakukan penerbitan saham perdana atau initial public offering
(IPO). Jadi, kami menunggu IPO. Sedangkan, Mandiri menunggu persetujuan dari
Bank Indonesia. Mandiri masih tahap membahas dengan BI. Sebab, bank tidak boleh
punya saham. Tetapi, kalau dalam tahap restrukturisasi diperbolehkan.
Nanti Mandiri bisa dapat berapa persen saham Garuda?
Nanti Mandiri bisa dapat berapa persen saham Garuda?
Itu
tergantung valuasinya. Namun, kalau melihat jumlah utangnya mungkin setara
dengan dengan 10 persen saham.
Betulkah restrukturisasi utang ke ECA ditukar dengan syarat membeli pesawat Airbus?
Betulkah restrukturisasi utang ke ECA ditukar dengan syarat membeli pesawat Airbus?
Kalau
membeli pesawat dari Airbus, itu sesuatu yang berbeda. Kami beli Airbus karena
kami memang butuh. Ke depan, kami akan memiliki 3 jenis pesawat. Boeing 737-800
dipakai untuk rute domestik dan regional, seperti Singapura dan Hong Kong.
Untuk
rute jarak menengah, kami akan gunakan Airbus 330. Kami sudah memiliki 6
pesawat A330, tahun ini akan datang 4 pesawat sehingga ada 10 armada A330.
Targetnya pada 2014, kami memiliki 20 armada A330.
Sedangkan
untuk rute jarak jauh, kami akan memakai Boeing 777-300IR. Pesawat ini akan
terbang langsung untuk rute Jakarta-Frankfurt, Jakarta-London dan rute jarak
jauh lainnya.
Apa target anda terdekat?
Apa target anda terdekat?
Kami
sedang menggodok rencana IPO sebagai target terdekat. Ini sudah dicanangkan
sejak akhir 2005. Saat itu, rencana strategis lima tahun ke depan sudah sangat
jelas.
Sungguhnya Indonesia perlu flag carrier atau tidak?
Sungguhnya Indonesia perlu flag carrier atau tidak?
Soal
ini memang ada pro dan kontra. Kalau melihat contoh ekstrim itu Amerika
Serikat, pemerintah tidak punya maskapai, tetapi flag carrier-nya banyak. Kalau
melihat sejumlah negara lain, mereka mempunyai maskapai negara masing-masing,
seperti Singapore Airlines, Japan Airlines, Malaysia Airlines, Thailand
Airlines. Itu ada, meskipun maskapai tersebut bukan milik pemerintah. Itu juga
sangat tergantung padapolitical will dari pemegang saham.
Kalau menurut Anda sendiri?
Kalau menurut Anda sendiri?
Menurut
saya negara kita masih membutuhkan. Apalagi, Garuda mempunyai sejarah sendiri.
Garuda adalah ikon Indonesia. Ini memang agak beda dengan negara lain. Menurut
saya, masyarakat kita masih butuh Garuda untuk membangkitkan perasaan
nasionalisme. Coba ketika kita berada di bandara di Eropa, kalau ada Garuda,
Indonesia mempunyai kebanggaan sendiri. Yang penting, flag carrier,
atau apapun namanya, harus menguntungkan.
Jadi saat IPO, pemerintah masih akan memegang mayoritas saham?
Itu tergantung pemegang saham. Yang jelas, 51 persen saham harus dmiliki oleh pemerintah atau non-pemerintah, seperti pengusaha lokal. Sebab, dalam hak-hak penerbangan, ada persyaratan yang harus menunjukkan bahwa maskapai ini merupakan kepemilikan Indonesia.
Apa target anda lima tahun ke depan?
Jadi saat IPO, pemerintah masih akan memegang mayoritas saham?
Itu tergantung pemegang saham. Yang jelas, 51 persen saham harus dmiliki oleh pemerintah atau non-pemerintah, seperti pengusaha lokal. Sebab, dalam hak-hak penerbangan, ada persyaratan yang harus menunjukkan bahwa maskapai ini merupakan kepemilikan Indonesia.
Apa target anda lima tahun ke depan?
Pada
2014, kami menyiapkan konsep pengembangan Garuda Indonesia dengan nama quantum
leapatau lompatan besar. Quantum Leap merumuskan adanya
merevitalisasi armada. Kami menargetkan armada Garuda akan meningkat dua kali
lipat dari sekarang.
Jika pada akhir 2008, Garuda mempunyai 52 pesawat, jumlahnya akan meningkat jadi 116 pesawat pada 2014. Penambahan rute domestik dan internasional menjadi 62 destinasi. Jumlah penumpang yang diangkut akan meningkat dari 10,3 juta pada 2008 menjadi 27,6 juta penumpang. Pendapatan juga naik dari Rp 18,1 triliun menjadi Rp 57,9 triliun. Sedangkan, laba bersih yang semula Rp 670 miliar akan didongkrak menjadi Rp 3,7 triliun pada 2014. Rating Skytrack, lembaga pemeringkat maskapai dunia yang semula 3 bintang juga diharapkan membaik menjadi 5 bintang.
Bagaimana posisi saat itu, jika dibandingkan dengan Singapore Airlines dan Malaysia Airlines?
Jika pada akhir 2008, Garuda mempunyai 52 pesawat, jumlahnya akan meningkat jadi 116 pesawat pada 2014. Penambahan rute domestik dan internasional menjadi 62 destinasi. Jumlah penumpang yang diangkut akan meningkat dari 10,3 juta pada 2008 menjadi 27,6 juta penumpang. Pendapatan juga naik dari Rp 18,1 triliun menjadi Rp 57,9 triliun. Sedangkan, laba bersih yang semula Rp 670 miliar akan didongkrak menjadi Rp 3,7 triliun pada 2014. Rating Skytrack, lembaga pemeringkat maskapai dunia yang semula 3 bintang juga diharapkan membaik menjadi 5 bintang.
Bagaimana posisi saat itu, jika dibandingkan dengan Singapore Airlines dan Malaysia Airlines?
Kami
tidak tahu, mereka juga berkembang atau tidak. Singapore Airlines
pertumbuhannya sekarang kan agak berhenti karena krisis ekonomi. Namun,
posisi kami saat itu, paling tidak on par atau setara dengan mereka. Posisi
Garuda akan setara dengan layanan penerbangan kelas internasional.
Di pasar domestik sepertinya Garuda belum punya pesaing berat?
Di pasar domestik, belum ada persaingan berarti. Namun, bukan berarti kami tidak bakal siap-siap untuk bersaing. Kami selalu siap berkompetisi.
Ini karena Garuda mendapat mandat menerbangkan haji?
Di pasar domestik sepertinya Garuda belum punya pesaing berat?
Di pasar domestik, belum ada persaingan berarti. Namun, bukan berarti kami tidak bakal siap-siap untuk bersaing. Kami selalu siap berkompetisi.
Ini karena Garuda mendapat mandat menerbangkan haji?
Lho
yang penerbangan program haji bukan hanya Garuda ya. Ada kompetitor Saudi
Arabian Airlines. Kompetisi ini kan bagus. Dengan begitu masyarakat akan tahu,
Garuda bagus atau tidak? Biasanya, kalau sendiri tidak bisa dibandingkan. Tapi
sekarang, Garuda dan Saudi mengangkut haji, jadi ada benchmark.
Dulu, waktu mengangkut sendiri, kami dihujat terus. Tapi, setelah ada Saudi, masyarakat menjadi tahu. Oh…,ternyata telat itu tidak apa-apa. Sebab, maskapai Saudi ternyata lebih parah soal jadwal yang telat.
Ini seperti disampaikan oleh Dirut PLN dulu ke saya. Kalau listrik nyala, tidak ada yang pernah ngomongin PLN. Namun, saat listrik mati, PLN dihujat melulu. Inilah risiko bisnis di jasa, itulah kompetisi. Masyarakat memberi kritikan, itu bagus untuk memperbaiki diri.
Masih ada intervensi dari pemerintah atau politisi dalam menjalankan perusahaan?
Dulu, waktu mengangkut sendiri, kami dihujat terus. Tapi, setelah ada Saudi, masyarakat menjadi tahu. Oh…,ternyata telat itu tidak apa-apa. Sebab, maskapai Saudi ternyata lebih parah soal jadwal yang telat.
Ini seperti disampaikan oleh Dirut PLN dulu ke saya. Kalau listrik nyala, tidak ada yang pernah ngomongin PLN. Namun, saat listrik mati, PLN dihujat melulu. Inilah risiko bisnis di jasa, itulah kompetisi. Masyarakat memberi kritikan, itu bagus untuk memperbaiki diri.
Masih ada intervensi dari pemerintah atau politisi dalam menjalankan perusahaan?
Sudah
tidak ada intervensi lagi. Selama semua dilakukan secara transparan dan sistem
berjalan semestinya, intervensi dari manapun tidak bisa terjadi, termasuk dari
Dirut Garuda. Ini memang sengaja. Tetapi, kalau informasi diumpetin, maka akan
jadi omongan. Apalagi, bagi perusahaan penerbangan, image itu sangat penting.
Penumpang butuh faktor aman, kalau semua transparan, maka akan nyaman.
Apa tantangan terberat yang masih anda hadapi?
Apa tantangan terberat yang masih anda hadapi?
Tantangan
utama adalah sumber daya manusia. Sebab, di tengah perusahaan yang tumbuh, kita
perlu melakukan eksekusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar