Hirarki Peradilan Sunda

 Tujuh Hierarki Peradilan Sunda :


1. Acara (Tata Cara/Prosedur) Ini adalah lapisan paling dasar, tentang prosedur dan ritual formal yang harus dijalankan. Hukum yang berlaku di sini adalah "aturan main". Jika aturannya dilanggar, seluruh proses bisa dianggap batal.

Analogi Modern: Ini seperti prosedur operasi standar (SOP) di sebuah perusahaan atau aturan main dalam permainan olahraga. Pemain sepak bola harus menendang bola dengan cara tertentu, dan jika melanggar (misalnya handball), ada konsekuensinya, terlepas dari niatnya.


2. Custom (Adat Istiadat) Tingkat di atas acara. Ini adalah tradisi dan kebiasaan tak tertulis yang diakui secara kolektif. Hukumnya tidak ada di buku, tapi ada di benak masyarakat. Melanggar custom bisa berarti dikucilkan secara sosial.

Analogi Modern: Ini mirip dengan norma sosial di masyarakat kita. Misalnya, norma bahwa kita harus bergiliran saat berbicara atau tidak menyela orang tua. Meskipun tidak ada undang-undang yang mengatur, melanggarnya bisa dianggap tidak sopan.


3. Codified Statute (Hukum Tertulis) Ini adalah hukum yang tertulis dan dikodifikasi, seperti undang-undang atau peraturan pemerintah. Di sini, hukum menjadi formal dan memiliki kekuatan hukum yang jelas.

Analogi Modern: Ini adalah undang-undang yang kita kenal, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan lalu lintas. Pelanggarannya memiliki sanksi yang jelas dan terukur, seperti denda atau hukuman penjara.


4. Guru Gama (Pengajar Agama) Tingkat ini membawa elemen moral dan spiritual. Keputusan yang diambil didasarkan pada ajaran dan interpretasi tokoh agama. Hukumnya bukan lagi soal aturan, tapi soal kebenaran spiritual.

Analogi Modern: Ini seperti fatwa dari Majelis Ulama atau ajaran moral dari tokoh spiritual yang diikuti oleh banyak orang. Keputusan mereka memiliki otoritas karena dianggap lebih dekat dengan kebenaran ilahi.


5. Tuha Gama (Sesepuh Agama) Ini adalah level otoritas tertinggi dalam hal keagamaan, yang mewakili kebijaksanaan dan penilaian dari tokoh agama paling senior atau paling dihormati. Otoritas mereka diakui karena pengalaman dan kedalaman ilmunya.

Analogi Modern: Ini mirip dengan keputusan Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung yang diisi oleh para ahli hukum paling senior dan berpengalaman. Keputusan mereka dianggap sebagai puncak dari otoritas hukum karena kebijaksanaan dan pengalaman mereka.


6. Sat Mata (Perjanjian/Kesepakatan) Tingkat ini melampaui aturan-aturan formal. Sat mata mengacu pada kesepakatan langsung antara pihak-pihak yang berselisih. Kebenaran dicapai karena kedua pihak akhirnya memiliki "satu mata" atau pandangan yang sama, bukan dipaksakan oleh pihak ketiga.

Analogi Modern: Ini adalah resolusi konflik atau mediasi yang berhasil. Contohnya, dua perusahaan yang bersengketa di pengadilan akhirnya memilih berdamai di luar jalur hukum. Solusi ini dianggap lebih baik karena datang dari kesepakatan murni dan bukan dari putusan hakim.


7. Surakloka (Suara Publik) Ini adalah tingkatan tertinggi dari semua strata. Surakloka mewakili suara kolektif atau kehendak rakyat yang tidak bisa diabaikan. Dalam pandangan ini, kebenaran sejati tidak berada pada hukum tertulis, tapi pada apa yang disepakati oleh seluruh masyarakat.

Analogi Modern: Ini adalah demonstrasi massa yang berhasil menuntut perubahan kebijakan atau public opinion yang begitu kuat hingga memaksa pemerintah untuk membatalkan suatu undang-undang. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya, kekuatan rakyat adalah sumber keadilan tertinggi.


informasi ini saya dapatkan dari podcast : https://www.youtube.com/watch?v=mLmaGLWshqk&t=3595s

informasi tambahan dari desertasi kang Aditia Gunawan. jika ada yg ingin desertasinya silahkan minta di comment

Komentar

Postingan Populer