Definisi HRM (Manajemen
Sumberdaya Manusia) Internasional
Manajemen sumberdaya manusia internasional adalah proses
mempekerjakan, mengembangkan dan memberi penghargaan orang di dalam organisasi
internasional atau global. Hal ini melibatkan manajemen manusia di seluruh
dunia, tidak hanya manajemen orang-orang ekspatriat/manca-negara saja.
Sebuah perusahaan internasional adalah perusahaan yang
operasi-operasinya berlangsung pada cabang-cabang luar negeri, yang
mengandalkan pada kepakaran bisnis atau kapasitas produksi dari perusahaan
induk. Perusahaan-perusahaan internasional dapat bersifat sangat
tersentralisasi dengan kendali/ kontrol ketat. Perusahaan multinasional adalah
perusahaan yang mana sejumlah besar bisnis di dalam berbagai negara dikelola
sebagai sebuah kesatuan dari perusahaan pusat. Tingkat otonominya akan sangat
beragam. Perusahaan-perusahaan global menawarkan produk-produk atau
layanan-layanan yang dirasionalkan dan distandarisasi untuk memungkinkan
produksi atau provisi dilaksanakan secara lokal dengan cara yang efektif biaya.
Cabang-cabangnya tidak tunduk pada kontrol ketat kecuali mengenai kualitas dan
presentasi dari produk atau layanan-jasanya. Mereka mengandalkan pada
pengetahuan teknis dari perusahaan induk, tapi melaksanakan produksinya
sendiri, pemberian layanan atau aktivitas-aktivitas distribusi.
Permasalahan dalam HRM
Internasional
HRM Internasional melibatkan sejumlah permasalahan yang
tidak muncul ketika aktivitas-aktivitas perusahaan hanya terbatas pada satu
negara saja. Isu-isu ini terdiri dari banyaknya model organisasi internasional
yang ada, tingkat dimana kebijakan dan praktek HRM seharusnya beragam pada
negara-negara yang berbeda (convergence / seragam atau divergence / berbeda),
permasalahan pengelolaan / manajemen di dalam budaya dan lingkungan yang
berbeda, dan pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk memilih, melepaskan,
mengembangkan dan memberi penghargaan pada para ekspatriat yang dapat berasal
dari negara yang sama dengan perusahaan induk atau “penduduk negara ketiga”
(TCNs) – penduduk dari negara-negara selain dari perusahaan induk yang bekerja
di luar negeri pada perusahaan cabang dari perusahaan tersebut.
Model-Model Organisasional
Internasional
- Federasi terdesentralisasi dimana
tiap unit nasional dikelola sebagai entitas / lembaga yang terpisah yang
berusaha untuk mengoptimalkan kinerja di dalam lingkungan lokal. Ini adalah
korporasi multinasional tradisional.
- Federasi terkoordinasi dimana
perusahaan pusat mengembangkan sistem-sistem manajemen canggih yang
memungkinkannya untuk mempertahankan kontrol keseluruhan, meskipun ruang-lingkup
diberikan pada manajemen lokal untuk mengadopsi praktek-praktek yang
mengenali kondisi-kondisi pasar lokal.
- Hub/inti tersentralisasi dimana
fokusnya adalah pada pasar global daripada pada pasar-pasar lokal.
Organisasi-organisasi semacam ini benar-benar global daripada yang
multinasional, yang mana merupakan kasusnya ketika mengadopsi sebuah
pendekatan terfederasi.
- Transnasional dimana korporasi
mengembangkan kemampuan strategi multi-dimensional terhadap persaingan
global tapi juga mengijinkan kewaspadaan lokal pada kebutuhan-kebutuhan
pasar.
Perkins dan Hendry (1999) berpendapat bahwa meskipun terdapat
model empat-macam ini, perusahaan-perusahaan internasional tampaknya
terpolarisasi disekeliling dua pendekatan organisasional: 1) regionalisasi,
dimana layanan pelanggan lokal adalah hal yang penting; dan 2) arus-arus bisnis
global, yang melibatkan penetapan terpusat segmen-segmen bisnis terkontrol yang
berurusan dengan cakupan produk terkait di seluruh dunia.
Konvergen / Seragam dan
Divergen / Berbeda
Sebuah isu yang dihadapi oleh semua perusahaan
iternasional adalah tingkat dimana kebijakan-kebijakan HR mereka sebaiknya
‘konvergen’ seluruh dunia yang secara mendasar sama dalam tiap lokasi, atau
‘divergen’ yang terdiferensiasi dalam respon terhadap kebutuhan-kebutuhan
lokal. Terdapat kecenderungan alamiah untuk tradisi-tradisi manajerial dalam
perusahaan induk untuk membentuk sifat dari keputusan-keputusan kunci, tapi
terdapat argumen kuat untuk memberikannya sebanyak mungkin otonomi lokal guna
memastikan kebutuhan-kebutuhan lokal sudah dipertimbangkan dengan memadahi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan adalah:
- tingkat dimana terdapat
norma-norma lokal yang sudah mapan;
- tingkat dimana unit yang
beroperasi pun disertakan pada lingkungan lokal;
- kekuatan dari aliran sumberdaya –
finansial, informasi dan masyarakat – antara perusahaan induk dan
perusahaan cabang;
- orientasi perusahaan induk
terhadap kontrol;
- sifat dari industri – tingkat
dimana hal ini secara mendasar adalah industri domestik pada level lokal;
- kompetensi organisasional spesifik
termasuk HRM adalah hal yang sangat penting untuk mencapai keunggulan
kompetitif di dalam lingkungan global.
Mengembangkan sebuah
pendekatan internasional
Laurent (1986) menyatakan bahwa sebuah pendekatan yang
benar-benar internasional terhadap manajemen sumberdaya manusia akan
membutuhkan langkah-langkah berikut:
- Sebuah rekognisi eksplisit oleh
organisasi induk bahwa cara-cara khususnya sendiri dalam mengelola
sumberdaya manusia mencerminkan dari asumsi-asumsi dan nilai-nilai dari
budaya asalnya.
- Sebuah rekognisi eksplisit oleh
organisasi induk bahwa cara-cara khususnya tidaklah secara universal lebih
baik atau lebih buruk daripada lainnya, tapi berbeda dan kemungkinan
menunjukkan kekuatan dan kelemahan, khususnya luar negeri.
- Sebuah rekognisi eksplisit oleh organisasi
induk bahwa cabang-cabang luar negerinya memiliki cara-cara pilihan
lainnya dalam mengelola sumberdaya manusia yang secara intrinsik tidak
lebih baik atau lebih buruk, tapi kemungkinan besar dapat sangat efektif
secara lokal.
- Kemauan/kesiap-sediaan dari
kantor-kantor pusat yang tidak hanya mengakui perbedaan kultural, tapi
juga mengambil tindakan guna membuatnya dapat dibahas dan sehingga dapat
digunakan.
- Pembentukan keyakinan asli oleh
semua pihak bahwa cara-cara yang lebih kreatif dan efektif dalam mengelola
sumberdaya manusia dapat dibangun sebagai hasil dari pembelajaran
lintas-budaya.
Keragaman Kultural
Dualitas kultural menurut Bento dan Ferreira (1992) yang
mengadopsi pernyataan Hofstede (1980) tentang dimensi kultural yang
mempengaruhi operasi-operasi internasional:
- persamaan vs ketidaksamaan;
- kepastian vs ketidakpastian;
- kontrolabilitas vs
non-kontrolabilitas;
- individualisme vs kolektivisme;
- materialistik vs personalitas.
Area-area HR yang menurut Sparrow dan Hiltrop (1997) terpengaruh
oleh budaya nasional:
- keputusan mengenai hal yang
membentuk manajer efektif;
- memberi umpan-balik empat-mata;
- kesiapan untuk menerima
penugasan-penugasan internasional;
- sistem-sistem pembayaran dan
konsep-konsep yang berbeda mengenai keadilan sosial;
- pendekatan- terhadap penstrukturan
organisasional dan dinamika strategis.
Berpikir Global dan
Bertindak Lokal
Menurut Ulrich (1998) guna mencapai keseimbangan,
terdapat enam kapabilitas yang memungkinkan perusahaan untuk mengintegrasikan
dan mengkonsentrasikan aktivitas-aktivitas internasional dan juga memisahkan
dan mengadopsi aktivitas-aktivitas lokal:
- mampu untuk menentukan
aktivitas-aktivitas inti dan aktivitas non-inti;
- mencapai konsistensi sambil
memberikan fleksibilitas;
- membangun ekuitas merek global
sambil menghargai kebiasaan-kebiasaan lokal;
- memperoleh pengaruh/kontrol (lebih
besar lebih baik) sambil mendapatkan fokus (lebih kecil lebih baik);
- berbagi pembelajaran dan
menciptakan pengetahuan baru;
- menghasilkan/menstimulasi
perspektif global sambil memastikan akuntabilitas lokal.
Kebijakan-Kebijakan HR
Internasional
Mengelola Para Ekspatriat
Kebijakan-kebijakan mengenai manajemen para ekspatriat
adalah sebagai berikut:
Kebijakan-Kebijakan
Pen-sumberdaya-an
Kebijakan dibutuhkan pada pemberian pekerjaan pada
pekerja lokal-nasional dan menggunakan para ekspatriat untuk
penugasan-penugasan jangka panjang atau pendek. Keunggulan mempekerjakan para
pekerja lokal-nasional adalah bahwa mereka:
- sudah paham dengan pasar lokal,
dengan masyarakat lokal, tatanan budaya dan ekonomi lokal;
- berbicara dengan bahasa lokal dan
berasimilasi secara kultural;
- dapat mengambil perspektif jangka
panjang dan berkontribusi untuk jangka panjang (berbeda dengan para
ekspatriat yang mungkin sekali memiliki perspektif jangka pendek);
- tidak memiliki sikap meremehkan
(neo-kolonial) yang kadangkala diadopsi oleh para ekspatriat.
Kebijakan-Kebijakan
Rekrutmen dan Seleksi
Kebijakan-kebijakan untuk rekrutmen dan seleksi
sebaiknya berkaitan dengan penetapan kebutuhan-kebutuhan, menyediakan contoh-contoh
realistis dan persiapan untuk penugasan-penugasan luar negeri.
A. Spesifikasi Peranan
Spesifikasi-spesifikasi peran sebaiknya memperhatikan
perilaku-perilaku yang dibutuhkan bagi mereka yang bekerja secara
internasional. Menurut Leblanc (2001) sebaiknya:
- mengenali keragaman negara-negara
manca;
- menerima perbedaan antar negara
sebagai sebuah kenyataan dan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan
ini secara efektif;
- toleransi dan menyesuaikan diri
dengan kondisi-kondisi lokal;
- sanggup bekerja jangka panjang
dengan keragaman dari konteks-konteks manca negara;
- mendapatkan penerimaan sebagai
seorang perwakilan dari perusahaan manca negaranya;
- memperoleh dan menginterpretasikan
informasi mengenai konteks-konteks manca negara (institusi, legislasi,
praktek-praktek, kekhususan pasar, dll);
- menginformasikan dan
mengkomunikasikan secara efektif dengan lingkungan manca negara mengenai
kebijakan-kebijakan perusahaan asal;
- mempertimbangkan lingkungan manca
negara ketika menegosiasikan kontrak-kontrak dan kemitraan-kemitraan;
- mengidentifikasi dan menerima
penyesuaian terhadap spesifikasi-spesifikasi-spesifikasi produk dasar guna
memenuhi kebutuhan dari pasar manca negara;
- mengembangkan elemen-elemen dari
kerangka kerja umum untuk strategi-strategi, kebijakan-kebijakan dan
operasi-operasi;
- menerima bahwa praktek-praktek
yang akan beroperasi terbaik di lingkungan luar negeri tidak akan sama
dengan praktek-praktek di perusahaan ‘rumah/asal’.
B. Contoh-contoh Realistis
Contoh yang ada sebaiknya menyediakan informasi mengenai
operasi manca negara, ciri-ciri khusus apapun dari pekerjaan tersebut, apa yang
perlu dilakukan untuk sesuai dengan kondisi-kondisi lokal, kemajuan karir manca
negara, kebijakan masuk-ulang / re-entry pada penyelesaian tugas, pembayaran,
dan manfaat-manfaat khusus seperti meninggalkan rumah dan pendidikan anak.
C. Kebijakan Persiapan
Persiapan kebijakan untuk penugasan luar negeri
sebaiknya mencakup provisi/penetapan familiarisasi/kepahaman kultural bagi
negara(negara) dimana para ekspatriat akan bekerja (kadangkala disebut dengan
‘akulturasi’), pendekatan yang dipilih untuk mengarahkan dan bekerja dalam
tim-tim internasional, dan kebijakan bisnis serta kebijakan HR yang akan
diterapkan.
Pelatihan
Langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan untuk mendesain
sebuah program pelatihan bagi para ekspatriat menurut Tarique dan Calligiri
(1995):
- Mengidentifikasi jenis dari
penugasan global, misalnya teknis, fungsional, taktis, pengembangan atau
strategis/eksekutif.
- Melakukan analisis kebutuhan
pelatihan lintas-kultural yang menakup analisis organisasional dan
kebutuhan, analisis penugasan dari tugas-tugas kunci dan analisis
individual dari skill/keahlian.
- Menetapkan tujuan dan ukuran
pelatihan – kognitif (misalnya memahami peranan dari nilai dan norma
budaya) dan afektif (memodifikasi persepsi mengenai budaya dan
meningkatkan rasa percaya diri dalam berurusan dengan perilaku-perilaku
individual untuk membentuk perilaku-perilaku adaptif seperti
skill/keahlian interpersonal).
- Mengembangkan programnya – isinya
sebaiknya mencakup orientasi kultural spesifik dan umum; beragam metode
harus digunakan.
- Mengevaluasi pelatihan yang telah
diberikan.
Kebijakan-Kebijakan
Asimilasi dan Tinjauan
Kebijakan-kebijakan asimilasi akan disediakan untuk
adaptasi dari para ekspatriat pada pos-pos manca negara dan kemajuan mereka
disana akan dipantau dan ditinjau. Hal ini dapat berlangsung dalam bentuk
proses-proses manajemen kinerja konvensional, tapi informasi tambahan dapat
disediakan mengenai potensi dan kemampuan individual untuk menghadapi
kondisi-kondisi manca negara. Dimana sejumlah ekspatriat menggunakannya maka
umum bagi seseorang di kantor pusat untuk memiliki tanggung jawab merawatnya.
Kebijakan-Kebijakan
Masuk-ulang/Re-entry
Kebijakan-kebijakan re-entry sebaiknya dirancang untuk meminimalkan
permasalahan-permasalahan yang dapat muncul ketika para ekspatriat kembali ke
perusahaan induk setelah penempatan luar negeri. Mereka ingin dipsatikan bahwa
mereka akan diberi posisi yang tepat sesuai kualifikasi mereka, dan mereka akan
khawatir megenai karir mereka, curiga kalau pengalaman manca negaranya tidak
akan dipertimbangkan. Kebijakan-kebijakan sebaiknya memberikan waktu bagi para
ekspatriat untuk menyesuaikan diri. Provisi/prasyarat dari para mentor atau
para pembimbing adalah hal yang diinginkan.
Kebijakan Upah dan Bonus
Faktor-faktor yang kemungkinan besar berdampak pada
desain sistem-sistem penghargaan / reward sebagaimana yang dinyatakan oleh
Bradley et al. (1999) adalah budaya korporat / perusahaan dari perusahaan
multinasional, pasar tenaga kerja lokal dan ekspatriat, sensitivitas budaya
lokal dan faktor-faktor legal dan institusional. Hal ini mengacu pada pilihan
yang harus dilakukan antara mencari konsistensi internal dengan mengembangkan
kebijakan-kebijakan penghargaan / reward umum guna memfasilitasi pergerakan
para karyawan lintas batas dan mempertahankan ekuitas / keadilan internal, dan
merespon pada tekanan-tekanan untuk patuh terhadap praktek-praktek lokal. Tapi
menggarisbawahi bahwa: “Studi-studi dari perbedaan kultural menunjukkan bahwa
desain sistem reward dan manajemen perlu dikaitkan pada nilai-nilai lokal untuk
meningkatkan kinerja dari operasi-operasi manca negara.” Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Sparrow (1999b): “Perbedaan di dalam reward internasional tidak
hanya konsekuensi dari perbedaan budaya, tapi juga perbedaan di dalam
pengaruh-pengaruh internasional, sistem-sistem bisnis nasional dan peranan
serta kompetensi dari para manajer di dalam lingkup HRM.”
Kebijakan dari sebagian besar organisasi adalah untuk
memastikan bahwa para ekspatriat tidak menjadi lebih buruk karena mereka telah
ditempatkan di luar negeri. Dalam prakteknya, berbagai upah atau bonus
tambahan, seperti bonus kerja-keras, berarti bahwa mereka biasanya menjadi
lebih baik secara finansial jika mereka tetap tinggal di kampung halaman.
Pilihan dasarnya adalah apakah lebih baik mengadopsi kebijakan berbasis
rumah/kampung-halaman atau berbasis-inang bagi para ekspatriat.
A. Upah berbasis
rumah/kampung-halaman (negara asal)
Pendekatan home-based pay / upah berbasis
kampung-halaman bertujuan untuk memastikan bahwa nilai dari upah para
ekspatriat adalah sama dengan upah di negara asalnya. Upah home-based /
berbasis kampung-halaman dapat bersifat spekulatif untuk penugasan-penugasan
jangka panjang (yaitu upah / gaji yang diasumsikan dibayarkan pada para
ekspatriat dimana mereka dipekerjakan pada sebuah pekerjaan yang sebanding
dengan perusahaan asal/induk). Untuk penugasan jangka pendek hal ini dapat
bersifat upah / gaji aktual dari individu tersebut. Spekulasi atau upah
home-base digunakan sebagai dasar dimana paket pembayaran total dibentuk. Hal
ini kadangkala disebut dengan pendekatan ‘build-up’ atau ‘balance-sheet’.
Oleh karena itu upah / gaji para ekspatriat akan
kemudian terdiri dari spekulasi upah/ gaji home-base ditambah dengan
penyesuaian biaya hidup. Sebagai tambahan, mungkin diperlukan untuk
menyesuaikan upah-upah untuk mempertimbangkan rejim pajak negara inang guna
mencapai persamaan pajak. Bergerak kurang dari satu tahun yang dapat meningkat
dua kali lipat biaya pajak membutuhkan perhatian khusus.
Beberapa bonus berikut ini dapat ditambahkan pada upah
semacam ini:
- premium ‘insentif bekerja luar
negeri’;
- kerja keras dan lokasi;
- tempat tinggal dan utilitas;
- fee sekolah;
- meninggalkan ‘istirahat dan pemulihan’.
B. Upah bebasis-negara-setempat
Pendekatan host-based pay / upah berbasis-negara-setempat
menyediakan bagi para ekspatriat upah dan manfaat seperti hari libur perusahaan
dan mobil/kendaraan perusahaan yang sejajar dengan yang diberikan pada pekerja
lokal-nasional dari negara inang dalam pekerjaan serupa. Metode ini memastikan
ekuitas / persamaan antara para ekspatriat dan para pekerja lokal-nasional
negara setempat. Hal ini diadopsi oleh perusahaan-perusahaan yang menggukana
sistem ‘market-rate / peringkat-pasar’, yang memastikan bahwa upah / gaji dari
para ekspatriat sesuai dengan level-level pasar dari upah / gaji di negara
setempat.
Perusahaan-perusahaan yang menggunakan pendekatan host-based
umumnya membayar bonus tambahan seperti fee sekolah, akomodasi dan asuransi
medis. Mereka juga mendanai manfaat-manfaat jangka-panjang seperti keamanan
sosial, asuransi jiwa dan pensiun dari rumah/negara-asal.
Metode host-based sudah pasti adil dari sudut pandang
pekerja lokal-nasional, dan hal ini dapat menjadi lebih murah daripada
home-based pay. Tapi dapat menjadi kurang menarik sebagai stimulus bagi para
karyawan untuk bekerja di manca negara, khususnya di lokasi-lokasi yang tidak
menyenangkan, dan menyulitkan untuk mengumpulkan data peringkat pasar secara lokal
guna menyediakan sebuah dasar untuk penetapan level-level upah/gaji. referensi <klik>
wah, ini sepertinya copas punya saya ya? tolong ditulis lengkap nama blog saya ya kl memang dibuat referensi!
BalasHapusdasar copas
BalasHapusterciduk
BalasHapus