Oleh
Faturochman dan Ambar Widaningrum*
Penduduk
Indonesia yang berjumlah besar dapat menjadi modal pembangunan bila memiliki
kualitas yang memadai. Hal ini mengacu pada konsep bahwa manusia merupakan
pelaku, pelaksana, dan penikmat pembangunan.
Artinya,
dengan kualitas penduduk yang rendah, maka manusia akan lebih banyak berperan
sebagai penikmat dan kurang berperan sebagai pelaku dan pelaksana pembangunan.
Akhir-akhir
ini pembicaraan tentang sumber daya manusia semakin terdengar. Hal ini tidak
lepas dari kesadaran bersama bahwa manusia tidak hanya sebagai penikmat
pembangunan.
Disamping
itu muncul juga kesadaran bahwa pembangunan tidak hanya bisa tergantung pada
sumber daya alam. Teknologi sebagai sumber daya pembangunan yang lain memang
menjadi penting pula belakangan ini. Namun perkembangan dan pemanfaatan
teknologi itu sendiri sangat tergantung pada manusia. Pengalaman-pengalaman
negara maju seperti Jerman, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, serta
negara-negara industri baru seperti Korea Selatan dan Taiwan menunjukkan bahwa pertumbuhan mereka
sebagian mereka besar didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi.
Beberapa
ahli sepakat bahwa pembangunan di Indonesia juga sudah semestinya mengandalkan
sumber daya manusia. Dengan tersedianya sumber daya yang memadai dalam arti kuantitas
dan kualitas, maka tantangan di masa mendatang akan bisa diatasi dengan baik.
Para ahli juga sepakat bahwa kualitas sumber daya manusia yang sekarang kita
miliki masih perlu ditingkatkan, agar tantangan
tersebut bisa teratasi dengan baik.
tersebut bisa teratasi dengan baik.
Pendidikan
dan Ketenagakerjaan
Dimensi
sumber daya manusia meliputi jumlah, komposisi, karakteristik (kualitas), dan
persebaran penduduk (Effendi, 1991). Dimensi tersebut saling terkait satu
dengan yang lainnya. Selain keterkaitan antara kuantitas dan kualitas yang
telah disinggung sebelumnya, komposisi dan persebaran juga sangat penting. Bila
rasio ketergantungan tinggi, artinya banyak penduduk usia tidak produktif,
pengembangan sumber daya manusia juga akan mengalami banyak kesulitan. Demikian
pula bila sumber daya manusia yang berkualitas terkonsentrasi di wilayah
tertentu.
Ada
beberapa pendekatan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Satu diantaranya
adalah pendekatan mutu modal manusia (human capital). Dalam pendekatan human
capital, manusia menempati peranan yang amat penting selain modal (uang),
sumber alam, dan teknologi dalam proses produksi.
Untuk
mengembangkan sumber daya manusia, perlu juga diingat bahwa ada beberapa
hambatan yang tentu akan dihadapi. Secara garis besar hambatan itu ada dua,
hambatan dari dalam dan hambatan dari luar.
Akan
tetapi menurut perhitungan World Bank, untuk negara berkembang seperti
Indonesia, hambatan dari dalam lebih besar pengaruhnya. Karena alasan ini pula,
maka dalam pembicaraan selanjutnya juga akan banyak dibicarakan tentang kondisi
kita sendiri.
Dua
hal kiranya bisa menggambarkan keadaan sumber daya manusia Indonesia saat ini
disamping hal-hal lain, yaitu pendidikan dan ketenagakerjaan. Pada tahun 1971
hingga 1990, kenaikan proporsi penduduk yang berpendidikan cukup baik. Namun
kita sadar bahwa angka yang telah dicapai tersebut belum memuaskan. Disamping
masih ada sebagian yang belum mengenyam pendidikan formal, kebanyakan usianya
lanjut, proporsi yang pendidikannya rendah cukup besar (Sunarto, 1992). Oleh
karena itu bisa dimengerti bila pemerintah dalam waktu dekat ini akan
mengenakan wajib sekolah hingga 9 tahun masa belajar (setingkat SLTP).
Kenaikan
jumlah yang berpendidikan formal ini disertai juga dengan kecenderungan naiknya
tingkat pendidikan angkatan kerja. Sekali lagi, kita tidak boleh cepat puas
dengan keadaan ini. Disamping perbedaan tempat (desa-kota) dan jenis kelamin
yang masih menjadi masalah, angkatan kerja yang tingkat pendidikannya rendah
masih menonjol. Kita barangkali sepakat, bahwa dimasa mendatang dibutuhkan
lebih banyak lagi tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Belum
lengkap rasanya hanya melihat data-data seperti yang telah disajikan diatas.
Bagaimana pemanfaatan tenaga kerja kita? Dari tahun ke tahun, tingkat
pengangguran di Indonesia menunjukkan angka resmi yang kecil. Hal ini dikarenakan
oleh definisi pengangguran yang terlalu lunak.
Oleh
karena itu, para ahli ketenagakerjaan umumnya lebih tertarik melihat proporsi
tenaga kerja yang kurang termanfaatkan (underutilization). Tenaga kerja kurang
termanfaatkan ini secara operasional didefinisikan sebagai jumlah pengangguran
ditambah setengah pengangguran. Dengan melihat proporsi tenaga kerja yang
kurang termanfaatkan, maka akan diketahui bahwa produktivitas tenaga kerja
masih memprihatinkan. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut.
Terbatasnya
lapangan kerja adalah salah satu faktor yang sering dijadikan alasan munculnya
keadaan seperti itu. Meskipun kenyataan ini harus diakui, ada baiknya tidak
semata-mata menyalahkan kurangnya kesempatan kerja ini. Sebab pada kenyataannya
sering dijumpai keluhan masih kurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama
tenaga kerja dengan kualifikasi yang berketerampilan tinggi. Keluhan seperti
ini kemudian merembet pada terbatasnya tenaga kerja yang siap pakai.
Oleh
karena itu tidak mengherankan bila kemudian muncul dan meningkat pengangguran
terdidik. Keadaan semacam ini juga bisa mengakibatkan munculnya mismatch
(ketidaksesuain antara keahlian dengan pekerjaan). Kendati data-data tentang
mismatch ini masih sulit sekali diperoleh, namun, diperkirakan hal ini akan
mempengaruhi pula produktivitas tenaga kerja selain juga menyebabkan pemborosan
biaya.
Disamping
dua masalah yang dikemukakan tadi, tentunya masih ada beberap masalah lain yang
terkait. Masalah-masalah ini banyak terkait dengan kualitas manusia yang antara
lain meliputi etos kerja, disiplin, daya saing, dan sebagainya. Sebagai contoh,
penelitian Ancok dan Faturochman (1989) menemukan bahwa kualitas kekaryaan merupakan pengembangan dari
etos kerja
pada sebagian masyarakat kita masih peru ditingkatkan.
Perubahan
Mendasar
Secara
garis besar, masalah pokok yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya
manusia yang dihadapi oleh negara kita menjelang tinggal landas (PJPT II) adalah mengembangkan kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi dinamika perkembangan dunia
yang cepat. Ini berarti tingkat pendidikan sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia harus terus dikejar, serta
menciptakan kesempatan kerja yang mencakup pemanfaatan sumber daya manusia
secara maksimal sumber daya manusia yang memiliki tingkat produktivitas tinggi.
Dalam
PJPT II diperkirakan akan terjadi perubahan yang besar dan mendasar, karena
perubahan kondisi sosio-ekonomik dunia. Perubahan yang mendasar ini mancakup
jumlah modal manusia (human capital) dan ketenagakerjaan yang disebabkan oleh
perubahan sosial-ekonomi dunia yang cepat.
Perubahan
yang cepat di bidang ekonomi akan mengakibatkan pergeseran dari pekerjaan
sektor pertanian ke sektor jasa dan industri, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi struktur ketenagakerjaan. Pada awal Pelita VI nanti diperkirakan
pencari kerja Indonesia sekitar 12 juta orang.
Apabila
pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen, maka cukup banyak tenaga kerja yang
terserap. Apalagi bila pertumbuhannya lebih besar. Apabila pertumbuhan ekonomi
dibawah 5 persen, tentu keadaannya akan lain.
Untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut, strategi praktis pengembangan sumber daya
manusia adalah tidak semata-mata bertumpu pada permasalahan yang diperikirakan
akan terjadi di masa yang akan datang, namun juga harus melihat permasalahan
yang belum dapat diatasi sampai saat ini.
Sebab,
permasalahan yang akan datang mungkin juga merupakan akibat atau akumulasi
masalah yang lalu. Pertanyaan besar yang akan timbul sekarang adalah sumber
daya manusia yang mana dan bagaimana yang diperlukan, guna menjawab tantangan
permasalahan diatas?
Pemecahan
Untuk
menghadapi tantangan perubahan yang besar tersebut tidak ada cara lain bagi
bangsa Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lain dalampenguasaan
informasi, teknologi, dan pasar internasional. Cara yang sederhana akan tetapi
sukar dan butuh waktu untuk dilakukan adalah mengubah secara mendasar sumber
daya manusia Indonesia dengan mengubah potensi yang rendah menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi.
Menjelang
era tinggal landas, negara diambang industrialisasi, ada kriteria tertentu yang
berkaitan dengan tingkat pendidikan. Mengutip pendapat Noeng Muhadjir (Tempo,
25: 1992), masyarakatnya harus 100 persen tamat SD, 65 persen tamat SLTA, dan
35 persen berijazah perguruan tinggi, dan dari 35 persen itu sebagian besar di
bidang keahlian sains dan teknologi.
Untuk
mencapai tingkat seperti itu tentu saja kerja keras yang diperlukan. Sebab,
sumber daya yang berkualitas tersebut harus mencakup sumber daya manusia yang
mampu menyerap informasi dan teknologi maju, serta memiliki etos kerja dan
mental bersaing yang sehat. Langkah kemudian adalah menciptakan kesempatan
kerja yang sesuai dengan kualitas tersebut.
Pendekatan
pemecahan masalah pengembangan sumber daya manusia (Hasibuan, 1991) barangkali
bisa menjadi salah satu model yang bisa diadopsi. Ada dua alasan mengapa
pendekatan pemecahan masalah dalam pengembangan sumber daya manusia
diperlukan. Pertama karena kurangnya konsepsi tentang pengembangan
sumber daya manusia; dan kedua adalah meningkatnya kebutuhan penyelesaian
masalah baik kini maupun masa datang. Dalam model ini, syarat mutlak yang
diperlukan adalah memandang manusia secara utuh.
Manusia
adalah pelaku, pelaksana, dan penikmat pembangunan, dengan menyertakan suasana
kebebasan dan keterbukaan sehingga merangsang tumbuhnya entrepreunership.
Dengan demikian, para pelaku pembangunan dituntut pertama kali untuk menguasai
permasalahan dan kreativitas untuk mencari berbagai alternatif pemecahan.
Cara
yang diperlukan untuk cara itu adalah penguasaan informasi dan kemampuan
memilih informasi tersebut. Disamping tentu saja, meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang relevan dengan kebutuhan zaman yang diperoleh dengan salah
satu cara, yakni meningkatkan tingkat pendidikan.
Penguasaan
informasi merupakan aset penting dalam rangka mencari atau mengembangkan
alternatif yang sudah dipilih. Atas dasar itu maka dapat dikembangkan sasaran
yang hendak dicapai.
*
Drs. Faturochman MA, dan Dra. Ambar Widaningrum, keduanya peneliti pada
Puslit
Kependudukan UGM download pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar